Jumat, 03 Agustus 2018

PPKn XII



Pancasila sebagi Ideologi Terbuka

Pemahaman Konseptual tentang Ideologi
“ Ideologi” bukanlah istilah yang asing bagi kita. Istilah tersebut akrab dengan kehidupan kita sahari-hari. Melalui media massa, kita sering mendengar dan membaca istilah itu . Bahkan, mungkin kita pun sering menggunakan istilah itu.

Ketika kita mendengar, membaca, atau menggunakan istilah  ‘ideologi’, kita tahu bahwa yang dibicarakan adalah tentang gagasan. ideologi  memang berkenaan dengan gagasan. Tetapi, gagasan macam apakah ideology itu? Apa sesungguhnya ideologi itu?

          Tindaklah mudah menjawab pertanyaan itu. Karena ideologi merupakan istilah yang memiliki beragam makna. Artinaya, apa yang dimaksud seseorang dengan istilah yang memiliki beragam makna. Artinya, apa yang dimaksud seseorang dengan istilah sebabnya kita perlu secara singkat menelusuri dimensi historis makna ideologi.

Jorge Larrain (1979;1996) dalam buku Konsep Ideologi telah menunjukkan dengan baik tentang betapa ada banyak tradisi pemikiran mengenai pengertian ideologi. Untuk kepentingan pembahasan kita, pemikiran Nicolo Machiavelli, Antoine Destut de Tracy, Karl Marx,  dan Louis Althusser  mengenai makna ideologi patut kita pertimbangkan.

1.   Nicollo Machiavelli (1469-1527): Siasat Berpolitik Praktis
Nicollo Machiavelli berasal dari Florence, Italia. Meskipun belum mengenal istilah  ideologi, Machiavelli adalah orang pertama yang secara langsung membahas fenomena ideologi. Ia mengamati dan membahas secara mendalam mengenai praktek-praktek politik yang dilakukan oleh para Pangeran. Salah satu hasil pengamatan itu tampak dalam bukunya yang terkenal berjudul II Principe. Buku tersebut telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, dengan judul “Sang Penguasa: Surat Seorang Negarawan kepada Pemimpin Republik” (1987)

Menurut Machiavelli ideologi pada dasarnya  berkenaan dengan siasast dalam berpolitis peraktis. Siasat itu terutama tampak dalam tiga hal.

Pertama, Kecenderungan orang untuk melakukan penilaian keadaan berdasarkan kepentingannya.

Kedua, konsepsi-konsepsi keagamaan seringkali digunakan untuk menggalang kekuasaan dan melakukan dominasi

Ketiga,  kebutuhan untuk mengunakan tipu daya dalam memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.

Dalam pandangan  Machiavelli, ideologi hakikatnya adalah pengetahuan mengenai cara menyembunyikan kepentingan, mendapatkan….        



Pancasila sebagai ideologi dan kepribadian bangsa


Pancasila merupakan sarana yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia karena Pancasila sebagai pandangan hidup berisi cita-cita moral yang mengandung nilai-nilai dan morma-norma luhur yang berakar dan membudaya dalam masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan identitas dan kepribadian  bangsa Indonesia. Apakah yang dimaksud dengan identitas dan kepribadian bangsa itu?

Penegertian  Identitas dan Kepribadian
Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia. Istilah  kepribadian diartikan sebagai sikap hakiki seseorang yang tercermin pada sikap dan prilaku yang membebasakan dirinya dengan orang lain . Mc Leod 1989 sebagai mana dikutip oleh Muhibbin Syah 2000 mengartikan kepribadian sebagai sikap khas, sikap tempramen, wata (karakter), tipe, minat, dan pesona (topeng) yang dimiliki seseorang. Sumadi Suryabrata 1983  mengartikan kepribadian sebagai suatu kebulatan yang terdiri dari aspek –aspek jasmaniah dan rohaniyah, bersifat dinamik dalam hubungannya dengan lingkungan, khas dan berbeda dengan orang lain, serta berkembang akibat pengaruh factor-faktor dari dalam dan luar.

Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia secara antropologi disebut dengan kepribadian atau personality. Istilah kepribadian dalam bahasa populer berarti cirri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Di dalam bahasa sehari-hari kita menganggap bahwa seseorang yang mempunyai peribadian biasanya mempunyai beberapa cirri watak yang berbeda dari individu –individu lainnya. Rumusan pengertian kepribadian di atas pada dasarnya untuk menggambarkan identitas khusus bagi individu, tidak demikian untuk kepribadian bangsa.

PPKn XI

📶 MEDIA CENTER



Budaya Politik di Indonesia

Budaya politik adalah salah satu komponen dalam system politik. Komponen system politik lainnya adalah struktur politik. Tentang struktur politik baik pengertian, jenis maupun contoh-contohnya, akan kalian pelajari secara panjang lebar di kelas XI Bab 3 tentang system politik Indonesia

Budaya politik dapat dipandang sebagai landasan system politik, yang memberi jiwa atau warna pada system politik, atau yang member arah pada peran-peran politik yang dilakukan oleh setruktur politik.


Ada pengertian beragam tentang budaya politik. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1.   Budaya politik adalah sikap orientasai warga Negara terhadap system politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peran warga Negara di dalam system itu ( G.A. Almound dan S.Verba(1991:21)

2.   Budaya politik adalah pandangan politik yang mempengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan politik seseorang. Budaya politik lebih mengutamakan dimensi psikologis dari satu system kepercayaan, simbol yang dimiliki individu dan yang dilaknsanakannya dalam masyarakat (Marbun, 2005:48)

3.   Budaya politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentiment, dan evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negeri mereka dan peran masing-masing individu dalam sistem itu (Larry Diamond, 2003:207)

4.   Budaya politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintahan Negara dan politiknya (Mochtar Masoed dan Colin MacAndrews, 1986:41)

5.   Buadaya politik adalah suatu konsep yang terdiri-dari sikap, keyakinan, nilai-nilai dan keterampilan yang sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk pola kecenderungan-kecenderunagan khusus serta pola-pola kebiasaan yang terdapat pada kelompok-kelompok dalam masyarakat (Almond dan Powell, (1966:23)



Dari berbagai definisi di atas, tampak bahwa budaya politik menunjuk pada orientasi dari tingkahlaku individu  / masyarakat terhadap sistem politik



Menurut almond dan vebra, masyarakat mengidentifikasikan dirinya terhadap simbol-simbol dan lembaga-lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang dimilikinya. Dengan orientasi itu anggota masyarakat memiliki dan mempertanyakan tempat dan peranan mereka dalam sistem politik



Ada dua tingkat orientasi politik, yaitu tingkat masyarakat dan ditingkat individu. Orientasi masyarakat secara keseluruhan tidak dapat lepas dari orientasi individual.



        Menurut Almoud dan Powell orientasi individu terhadap sistem politik dapat dilihat dari tiga komponen, yaitu: orientasi kognitif, orientasi afektif, dan orientasi evaluative.



        Orientasi kognitif melampoi berbagai pengetahuan dan keyakinan tentang sistem politik. Aspek pengetahuan berkaitan dengan, misalnya, tingkat pengetahuan, kebijakan  yang mereka ambil atau simbol-simbol yang dimiliki oleh sistem politiknya secara keseluruhan seperti ibukota Negara, lambing Negara, kepala Negara, batas Negara, mata uang, dan lain-lain. 


==========================================

Orientasi aktif  menunjukan pada aspek perasaan atau ikatan emosiaonal seseorang individu terhadap sistem politik jadi menyangkut Feeling terhadap sistem politik. Seorang individu mungkin mempunyai perasaan khusus terhadap aspek –aspek sistem politik tertentu yang dapat membuatnya menerima atau menolak  sistem politik itu secara keseluruhan. Dalam kaitan ini, agaknya sikap-sikap yang telah lama tumbuh dalam dan berkembang dalam keluarga atau lingkungan hidup seseorang umumnya berpengaruh terhadap pembentukan  perasaaan warga Negara yang bersangkutan.

Sedangkan orientasi evaluatife berkaitan dengan penilaian moral seseorang terhadap sistem politik; selain itu, juga menunjuk kepada komitmen terhadap nilai –nilai dan pertimbangan –pertimbangan politik (dengan menggunakan informasi  dan perasaan) tentang kinerja sistem politik ( Larry Diamound) 2003;207. Disini norma-norma yang dianut dalam disepakati bersama menjadi dasar sikap dan penilainya terhadap sistem politik

Dalam kenyataan, ketiga aspek itu merupakan satu kesatuan. Untuk dapat menilai sesorang pemimpin                 

PPKn X


DPR


Pembagian Kekuasaan Secara Horisontal
Pembagian kekuasaan secara horisontal yaitu pembagian kekuasaan
menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan
yudikatif ). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
secara horisontal pembagian kekuasaan negara dilakukan pada tingkatan
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pembagian kekuasaan
pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara lembagalembaga
negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat
pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud
adalah pergeseran klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri
atas tiga jenis kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam
kekuasaan negara.

1) Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar. Kekuasaan ini dijalankan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 3 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang
mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.”

2) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undangundang
dan penyelenggraan pemerintahan negara. Kekuasaan ini
dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.”

3) Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk undangundang.
Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan
Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.”

4) Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman yaitu
kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 24 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 7
menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”

5) Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang berhubungan
dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan negara. Kekuasaan ini dijalankan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa “untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa
Keuangan yang bebas dan mandiri.”

6) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di
Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “negara
memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang- undang.”
Pembagian kekuasaan secara horisontal pada tingkatan pemerintahan daerah
berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat, yaitu antara
Pemerintah Daerah (Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah) dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung
antara Pemerintah provinsi (Gubernur/Wakil Gubernur) dan DPRD provinsi.
Sedangkan pada tingkat kabupaten/kota, pembagian kekuasaan berlangsung
antara Pemerintah Kabupaten/Kota (Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil
Walikota) dan DPRD kabupaten/kota.

===================================
Tugas dan kewenangan presiden yang sangat banyak ini tidak mungkin
dikerjakan sendiri. Oleh karena itu, presiden memerlukan orang lain untuk
membantunya. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Republik Indonesia
dibantu oleh seorang wakil presiden yang dipilih bersamaan dengannya
melalui pemilihan umum, serta membentuk beberapa kementerian negara
yang dipimpin oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara ini
dipilih dan diangkat serta diberhentikan oleh presiden sesuai dengan
kewenangannya.
Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara
tegas dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan:
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara
diatur dalam undang-undang.
Selain diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
keberadaan kementerian negara juga diatur dalam sebuah undang-undang
organik, yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015
tentang Organisasi Kementerian Negara. Undang-undang ini mengatur
semua hal tentang kementerian negara, seperti kedudukan, tugas pokok,
fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan, penggabungan,
pemisahan atau penggantian, pembubaran/penghapusan kementerian,
hubungan fungsional kementerian dengan lembaga pemerintah
non-kementerian dan pemerintah daerah serta pengangkatan dan
pemberhentian menteri.
Kementerian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan di bawahnya
dan bertanggung jawab kepada presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara.
a. Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di
bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya
dan pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
b. Perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di bidangnya,
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya,
pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
kementerian di daerah dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala
nasional.
c. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi
dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan
pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.
Pasal 17 ayat (3) UUD NRI tahun 1945 menyebutkan bahwa “setiap
menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.” Dengan kata
lain, setiap kementerian negara masing-masing mempunyai tugas sendiri.
Adapun urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab
kementerian negara adalah sebagai berikut.
a. Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas
disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi
urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
b. Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan agama,
hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan,
kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan

DDSD

( Merdeka Mengajar )

  zoom.us/j/